15 Okt 2010

kami bukan sales..

"utun, bisa kita ke rumahku dulu, mauka ganti sepatu, sekalian ambil ransel supaya gampang taro ini koran. bisa?"
aku mengiyakan permohonan diah. tak tega aku jika nanti warna punggung kakinya menghitam disengat cahaya matahari, sedangkan telapaknya putih, lucu rasanya.

5 menit aku duduk di teras rumah diah, sebelum dia keluar dengan tampilan yang tidak jauh berbeda dengan sebbelumnya. ternyata pria memang lebih simple, ganti sepatu pasti tidak sampai 5 menit, bahkan cukup 1 menit saja. tapi sudahlah, itu hanya pikiran iseng-iseng belaka.

tujuan pertama.. ehm.. kami.. adalah kelurahan buakana. memang tidak jauh, tapi panas matahari ini membuat jarak tempuh kami rasanya bertambah dua kali lipat. untunglah sesampai di tujuan, cuaca berubah menjadi mendung, sekali lagi aku beruntung dan bersyukur.

setelah memastikan tujan kami sudah tepat, perburuan dimulai. kali ini kami menurunkan junjungan kami sebagai mahasiswa, kemudian menggantinya dengan junjungan berisi motivasi uang lebaran, tapi dengan sedikit rasa malu tentunya.

rumah pertama, kami disambut dengan baik. sangat kooperatif, walaupun kami sedikit mengganggu ritual akhir pekannya, menjemur pakaian.

oh, sebelumnya aku akan menjelaskan pekerjaan kami kali ini. kami adalah door to door surveyor, (jreengg..jreengg..). kami bekerja dibawah bendera media cetak tribun timur, untuk mensurvey penyebaran peta persaingan dengan media cetak lain. jadi kami mencari pelanggan media cetak lain, dengan asumsi sampel di daerah tersebut dikuasai oleh kompetitor. saya rasa kalian mengerti.

"disini sudah sekitar 3 tahun dek", kata ibu pemilik rumah.
"terus alasannya ibu pilih langganan fajar, kenapa bu?", balasku.
"lebih bagus beritanya, lebih menarik, anu juga, rekomendasi dari kantor dek, kebetulan di kantornya bapak juga langganan".
"oke, saya rasa itu saja info yang kami perlukan, bu. terima kasih. permisi bu", pamit diah kepada ibu penjemur pakaian.

rumah demi rumah kami sambangi. kadang ada orangnya kadang tidak ada. kadang berlangganan kadang juga tidak. kadang-kadang kami tidak digubris oleh pemilik rumah, padahal jelas-jelas pintunya terbuka dan percakapan dari dalam terdengar oleh kami. rasanya tidak mungkin mereka tidak mendengar dentingan pagar dan salam lantang dari orang makassar ini. yang agak sulit ketika mencari pelanggan yang ketujuh, kami harus masuk-keluar lorong, karena rumah-rumah yang pinggir jalan utama sudah kami sisir semua, dan ternyata belum cukup.

"permisi bu", sapa diah, santun.
lagi-lagi pemilik rumah sangat cepat terbius dengan santun sapa dan manis rupa diah, kadang aku juga ikut terbius, bahkan sedikit cemburu ketika pemilik rumah adalah seorang pria, walaupun jelas saya yang lebih tampan.

"oh iya. kalau boleh tahu, sudah berapa lama langganan fajar-nya?", tanya diah. sambil mengangkat tangan dari pahanya, ibu itu mulai menghitung, menggerakkan jari-jarinya seraya sedikit berkomat-kamit.

"sudah 18 tahun, dik"
gubrakkk...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar