23 Feb 2011

dalam dua setengah jam..

sabtu sore, 15.00 wita. semua sudah siap. barang2 kami memenuhi sepertiga dari kapasitas bagasi mobil. aku sudah 5 menit duduk di belakang kemudi, sembari memanaskan mesin, dan menikmati alunan lagu favorit penambah semangat sebelum perjalanan jauh itu dimulai.

ruas jalan perkotaan terasa padat dan panas. belum 30 menit yang lalu kami berpamitan dan berpesan kepada abang dan di sulung yang akan menjaga rumah dua hari ini, kami belum juga melewati perbatasan gowa. jembatan kembar yang menjadi patokan perjalanan jauhku itu pun masih setengah perjalanan lagi. huh, kelamaan.

15.58, sepintas kulihat penunjuk waktu digital pada dasbor mobil keluaran toyota milik ayah. sudah hampir sepertiga perjalanan yang telah kami lalui. suasana padat kota telah kami lewati, terbayar dengan pemandangan sawah ladang yang subur nan sejuk di daerah takalar. aku mulai mengemudi santai, tapi cepat dan penuh kendali. ayah yang duduk disebelahku masih setia menuntunku, menjadi co-driver ku yang sigap, dan penuh pengalaman. di jalan luar kota seperti ini, ayah memang lebih berpengalaman melahap medan. tapi setelah aku sudah mulai terampil mengemudi, aku tak pernah lagi mengizinkan ayah untuk berkendara sendiri, bahkan di luar kota seperti ini.

kadang kala ayah marah ketika aku agak ceroboh mengendalikan laju mobil. tapi ayah segera mengerti, jiwa muda anaknya yang mudah panas itu ia siram perlahan dengan nasehat2 yang sangat menyejukkan. ibu yang duduk sendiri di belakang, juga ikut membantu "mengemudi" lewat doa yang tak henti2nya ia panjatkan dalam hati.

16.51, kami mampir di sebuah mesjid sederhana, di pinggiran kota kabupaten jeneponto. menunaikan kewajiban kami yang pasti akan terlewatkan jika kami melanjutkan perjalanan. kali ini, ayah yang jadi "driver", memimpin kami dalam perjalanan menuju ridho-Nya. sejenak, kami melupakan sepertiga sisa perjalanan berikutnya, tenang dalam ibadah kepada-Nya.

17.41, gerbang batas kabupaten jeneponto-bantaeng sudah di depan mata. ayah selalu nyeletuk, "ih, bantaeng mih. nda dirasa", ketika melihat pintu masuk tanah kelahirannya. senyumnya selalu merekah, perasaannya selalu riang, meluapkan kerinduannya akan sebuah daerah dimana masa kecilnya ia habiskan dengan penuh suka cita.

aku mengerti perasaan ayah. ku kurangi kecepatan, ku biarkan lambat, ku berikan kesempatan kepada ayah untuk menikmati setiap meter pemandangan kampung halamannya, yang ketika itu sudah mulai diselimuti siluet senja dari matahari yang tak lama lagi kan tenggelam di pantai di sebelah barat jalan. ayah membuka tigaperempat kaca disebelahnya, merasakan sejuknya angin berhembus dari pantai yang menembus batang2 pohon kelapa di sebelah kanan, kemudian beradu dengan aroma luas ladang persawahan yang mulai menguning di sebelah kiri jalan. sungguh perpaduan yang indah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

perjalanan makassar-bantaeng sejauh 120km itu memberiku banyak pelajaran. bentangan alam sepanjang perjalanan itu memberiku segudang tanggung jawab, yang melekat erat dalam kendaliku, agar semuanya bisa ku antar selamat sampai ke tempat tujuan. tanggung jawab sebagai seorang anak sekaligus bekal sebagai seorang pria, tersaji dalam perjalanan dua setengah jam itu. ya, walaupun hanya dua setengah jam, tapi tak sesingkat esensi dari perjalanan itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar